Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) melaporkan dugaan korupsi berupa pemotongan tunjangan di lingkungan Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengaduan masyarakat itu disampaikan ke Direktorat Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, Rabu (2/10/2024).
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengatakan bahwa dugaan korupsi yang dilaporkan olehnya itu berkaitan dengan pemotongan tunjanggan atau honor penanganan perkara yang menjadi hak hakim agung berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.82/2021.
Sugeng menjelaskan bahwa setiap hakim agung berhak mendapatkan honor atas penanganan perkara yang bisa diputus maksimal dalam 90 hari. Dari keseluruhan honor yang diterima, hakim mendapatkan 60% dan 14,05% kepada tim pendukung seperti panitera perkara, panitera muda kamar serta staf.
Adapun sisanya sebesar 25,95% tidak diketahui secara jelas ke mana perginya. Bukti pemotongan itu, klaim Sugeng, didapatkan dari surat intenal MA. Oleh sebab itu, bukti tersebut telah diserahkan ke KPK pada pelaporan yang telah dilakukan.
"Kami minta hal ini didalami, apakah dalam pemotongan ini ada dugaan tindak pidana korupsi pemotongan ini," jelasnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Menurut Sugeng, pihak MA mmengaku pemotongan itu sudah berdasarkan pada kesepatan dengan hakim agung. Untuk itu, dia meminta KPK agar menyelidiki apabila pemotongan honor itu merupakan tindak pidana korupsi.
Baca Juga
Sugeng mengingatkan, pemotongan hanya bisa dilakukan atas kesukarelaan para hakim agung yang memiliki hak atas honor itu.
"Apakah di sana ada unsur penggunaan kewenangan dari pejabat yang berwenang meminta sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban dan juga bertentangan dengan peraturan, silakan KPK mendalami," ucapnya.
Sugeng memperkirakan keseluruhan pemotongan honor itu mencapai Rp90 miliar dalam periode dua tahun. Ada pihak yang diduga memperoleh keuntungan atas pemotongan honor hakim sebesar 25,95% itu.
Pasal yang diduga dilanggar oleh pihak terlibat pemerasan dalam jabatan itu yakni pasal 12 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.